Banyuwangi-Tradisi adat Nadar alias Nyadar merupakan upacara adat yang digelar tiga kali dalam setiap tahun oleh warga Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget, Madura. Tradisi ini berlangsung meriah dan menyimpan banyak cerita leluhur warga setempat. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada pukul 4 sore. Masyarakat Madura setempat datang berduyun-duyun menuju makam di mana leluhurnya dikuburkan dengan membawa perlengkapan upacara. Upacara ini diisi dengan berbagai kegiatan mulai dari upacara tabur bunga di makam leluhur hingga pembacaan doa yang dipimpin oleh pemuka adat. Pada malam harinya, peserta upacara diwajibkan untuk menginap di sekitar makam baik dengan mendirikan tenda-tenda maupun menginap di rumah warga Madura yang berada di sekitar makam. Peserta akan memasak berbagai jenis makanan yang dibutuhkan untuk upacara selamatan esok harinya. Makanan yang dimasak biasanya berupa nasi, lauk ayam, telur, dan bandeng. Setelah upacara selesai, sisa makanan dapat dibawa pulang dan dibagikan kepada kerabat yang tidak mampu atau tidak bisa hadir saat upacara.
Nyadhar sendiri berasal dari kata nadhar, yang artinya niat berziara. Dilaksanakan tepat hari jumat tanggal 15 bulan Rajab. Nyadhar memiliki ritual-ritual yang berbau Agama Hindu dan Agama Islam. Kegiatan Nyekar (ziarah) ke komplek pemakaman dengan melewati dua jalur kepala suku dengan perangkatnya harus berjalan kaki dan menyebrangi sungai sarokah. Masyarakat umum boleh menaiki kendaraan. Setelah sampai di lokasi upacara di desa pinggir papas, kaum wanitanya menyiapkan tungku untuk memasak di malam harinya. Pimpinan adat di sebut Jhuje berpakaian gamis warna putih, sebelas orang pengiringnya berpakaian Racok Saebu. Selanjutnya masing-masing anggota masyarakat menyerahkan sari berisi bunga, uang dan bedak kepada penghulu. Bunga itu oleh istri para penghulu akan di bawa ke komplek pemakaman di iringi dengan pembakaran kemenyan. Salah seorang penghulu membaca doa tahlil, kemudian kembang tersebut dikumpulkan dan di berikan kepada peserta upacara untuk di taburkan diatas makam. Mereka yakin siapa yang lebih dulu meletakkan bunga di atas makan, maka hajat orang tersebut akan segera dikabulkan. Salah satu penanda bahwa seorang tersebut telah mengikuti upacara, dibelakang telinga atau di dahinya ditandai dengan bedak cair. Penanda ini di percaya bisa menghindarkan dari gangguan mahluk halus.
Foto Upacara Nadar/Nyadhar
Selesai upacara mereka kembali ke kelompok masing-masing dan suami isteri mempersiapkan tiga tungku untuk memasak. Sekitar jam tujuh malam, nasi yang telah masak dituangkan diatas tikar dan didinginkan. Para suami menyiapkan panjeng dalam bentuk tumpeng yang dihiasi telur dadar, ayam goreng dan ikan bandeng. Upacara hari kedua dinamakan upacara knoman. Sekitar pukul 05.00 WIB tumpeng ditaruh di bawah pohon asam di sekitar komplek pemakaman dan kemudian salah seorang penghulu menghitung panjheng dengan membacakan mantra, konon dengan cara ini para penghulu bisa mengetahui anggota masyarakatnya yang tidak hadir mengikuti upacara. Mereka yang tidak hadir wajib mengadakan upacara Nyadhar di rumahnya. Mereka memberikan laporan kepada pimpinan masing-masing dan kemudian pimpinan kelompok membawa kinangan (tempat sirih) diletakkan ditempat ia duduk. Lalu pembacaan selesai, nasi di panjheng dimakan bersama.
Upacara Nyadhar kedua dilaksanakan sebulan setelah nyadhar pertama. Bentuk upacaranya tidak jauh berbeda dengan nyadhar yang pertama. Bedanya, pada nyadhar kedua senjata milik pangeran anggosuto di keluarkan dari pasarean. Senjata tersebut terdiri dari abinan (keris) dan kodik perangshang yang diambil dari juru doa pada hari sabtu sebelum subuh tiba. Kedua senjata tersebut dibawa ke pintu gerbang komplek pemakaman, setelah dibacakan doa, senjata tersebut dikembalikan ketempat semula.
Komentar
Posting Komentar